Jalan Kriminal Rio Si Anak Nakal – detikNews


CRIMESTORY
Waktu kecil, Rio diusir keluarganya dan hidup di jalanan. Ia tumbuh menjadi pencuri hingga pembunuh berantai yang sadis.
Foto: Rio Martil (Dok Repro)
Sejak berumur 8 tahun, Rio Alex Bullo sudah dikenal sebagai anak yang nakal. Kedua orang tuanya yang tinggal di Sleman, Yogyakarta, merasa kewalahan dan malu. Mereka akhirnya mengungsikan bocah lelaki kelahiran 2 Mei 1978 itu ke rumah kakaknya yang merantau di Jakarta. Harapannya, perilaku Rio berubah.
Rio sempat dimasukkan ke sekolah di kawasan Jakarta Pusat. Namun kenakalannya kian tak terkendali. Rio sering membolos sekolah. Pada usianya yang masih bocah, Rio sudah gemar mabuk-mabukan dan mengisap ganja.
Rio sudah tak diakui lagi oleh orang tuanya. Kakaknya yang selisih umur 12 tahun pun marah dan mengusirnya. Rio hidup luntang-lantung sebagai anak jalanan di Pasar Senen, sebuah kawasan yang dikenal sebagai sarang preman. Di sana terdapat stasiun kereta api, terminal, pasar tradisional, serta pusat perbelanjaan.
Di Pasar Senen, Rio sempat diasuh oleh ibu angkat seorang penjual sayur. Ia setiap hari membantu berdagang sayur-mayur. Sempat juga ia menjadi sopir taksi dan bekerja di percetakan. Namun pergaulannya dengan para preman membuatnya makin salah jalan.
Di percetakan itu ia terlibat pembuatan surat-surat kendaraan palsu, seperti STNK dan BPKB. Rio masuk dalam jaringan pemalsu surat-surat kendaraan. Suatu hari, percetakan tempat Rio bekerja digerebek polisi. Rio pun menjadi pengangguran seketika.
Memanfaatkan jaringan pemalsu surat kendaraan, Rio meningkatkan aksinya menjadi pencuri mobil ulung. Ia selalu berhasil menggasak mobil di sejumlah tempat di Jakarta, mulai di Cengkareng, Bandara Soekarno-Hatta, Daan Mogot, hingga Senayan. “Bahkan tercatat dalam tiga hari, dia bisa menggasak tiga mobil. Hidupnya makmur saat itu,” tulis Hukman Reni dalam bukunya Legenda Hukuman Mati ( 2015).

Lapas Kedungpane, Semarang, tempat Rio ‘Martil’ sempat ditahan
Foto: dok. Google 
Uang hasil curiannya digunakan untuk berfoya-foya. Gaya hidupnya mulai berubah sejak ia memutuskan berkeluarga. Ia menikahi gadis asal Jakarta bernama Tuti Alawiyah pada 1994. Kepada keluarga istrinya, Rio mengaku sebagai penjual pakaian di Pasar Senen. Di mata mertuanya, Rio dianggap sopan karena sering cium tangan ketika hendak ke luar rumah.
Selang beberapa tahun, Rio tersandung masalah. Bos penadah mobil curian melaporkannya ke polisi lantaran membawa lari mobil setorannya. Itulah pertama kali Rio merasakan dinginnya jeruji besi di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Satu tahun lebih ia mendekam di penjara tersebut.
Sekeluar dari lapas, bukannya kapok, Rio mencuri mobil lagi karena telanjur menerima uang muka dari aksi pencuriannya terdahulu. Karena di Jakarta namanya sudah dikenal oleh polisi, Rio melancarkan aksinya di daerah lain.
Selama 1997-2000, Rio mengubah modus pencuriannya dengan menargetkan mobil rental. Ia selalu menyamar sebagai tamu hotel. Ia juga selalu mengantongi sebuah martil yang digunakan untuk membunuh pemilik mobil yang diincarnya.
Aksi pertama Rio tercatat di Bandung, Jawa Barat. Saat itu, ia menginap di Hotel Naripan. Ia membunuh pemilik mobil sewaan merek Timor. Pencurian disertai pembunuhan itu membuat namanya masuk daftar pencarian orang. Rio selalu berpindah-pindah tempat agar tidak tertangkap aparat.
Aksi Rio berikutnya dilakukan saat menginap di Hotel Marimar, Surabaya, Jawa Timur. Ia membawa kabur mobil Mercy dan membunuh pemilik mobil rental tersebut. Semua korbannya dibunuh dengan cara dipukul martil di kepala.
Di Semarang, Jawa Tengah, Rio membawa lari mobil Isuzu Panther warna abu-abu dan sopirnya tewas dibunuh dengan cara yang sama dengan korban sebelumnya. Sedangkan di Yogyakarta, aksinya gagal lantaran martil yang hendak dipukulkan kepada korban terlepas. Rio pun kabur.
Baca Juga : Kisah Nyonya Astini ‘Lunasi’ Utang dengan Mutilasi
Rio ‘Martil’
Foto : Repro
Kejahatannya baru benar-benar berhenti saat ia mencoba mencuri mobil di Baturaden, Banyumas, pada Jumat, 21 Januari 2001. Setelah membunuh pemilik mobil rental, Rio tertangkap satpam hotel dan polisi. Saat itu dia menginap di kamar 135 Hotel Rosenda di kawasan Baturaden, 20 kilometer dari Kota Purwokerto.
Saat menginap di hotel itu, Rio memperkenalkan diri sebagai pengusaha properti kepada Jeje Suraji, 40 tahun, pemilik mobil rental Toyota Kijang LGX bernomor polisi R-7078-EA. Jeje sebenarnya berprofesi sebagai pengacara, tapi di waktu senggang sering menyewakan mobilnya, dan ia menjadi sopirnya. Jeje tak curiga dengan penampilan Rio yang mengaku sebagai pengusaha walau umurnya terbilang masih sangat muda.
Jeje bahkan sempat mengajak Rio berkeliling kawasan Baturaden guna melihat lahan yang cocok untuk dibangun perumahan. Sekembali dari keliling kota, Rio mengajak Jeje ngobrol di kamarnya. Saat itulah, ketika Jeje tengah menonton televisi, Rio menghantamkan martil ke kepala Jeje.
Jeje terkulai bersimbah darah di kursi kamar hotel itu. Rio mengelap ceceran darah dan menyelimuti tubuh korbannya. Lalu ia bergegas meninggalkan kamar, tak lupa membawa kunci mobil, barang berharga, dan arloji Jeje. Di lobi hotel, Rio sempat diperhatikan satpam hotel. Ia curiga Rio pergi tak bersama Jeje, yang dikenal sering menyewakan mobil.
Saat dipanggil, Rio malah sedikit lari karena panik menuju mobil Jeje di parkiran. Tingkahnya itu mengundang kecurigaan satpam hingga akhirnya terjadi perkelahian. Keributan itu mengundang orang yang tengah berada di sekitar hotel. Tak ayal, Rio yang disangka maling mobil itu pun dipukuli ramai-ramai.
Baca Juga : Mengapa Sekejam Itu Kepada Arie Hanggara
Ilustrasi palu
Foto : Getty Images
Rio sempat diikat di pos satpam, tapi tetap berusaha berontak untuk kabur. Salah satu karyawan hotel curiga dengan keberadaan Jeje. Saat itu sejumlah karyawan memeriksa kamar yang disewa Rio. Alangkah terkejutnya mereka ketika menyaksikan kondisi Jeje yang terkulai berlumuran darah.
Mereka pun langsung menghubungi Polsek Baturaden. Tak lama, sejumlah polisi datang untuk menangkap Rio dan melihat tempat kejadian perkara. Polisi pun baru tahu Rio alias Toni adalah sosok buron yang paling dicari pihak Polda Jawa Barat, Polda Jawa Timur, dan Polda DIY. Melihat perkaranya yang sangat serius, pencurian dan pembunuhan berantai, penyidikan kasus dilimpahkan ke Polres Banyumas.
Setelah melakukan penyidikan, polisi langsung menyerahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Purwokerto. Oleh sejumlah pemberitaan media massa, sejak ditangkap, Rio dijuluki Rio ‘Martil’. Pada 14 Mei 2001, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Rio, yang kala itu masih berumur 23 tahun.
Ia dijebloskan ke LP Kedungpane, Semarang. Melalui kuasa hukumnya, Rio sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Tengah dan kasasi ke Mahkamah Agung tapi gagal. Lalu ia mencoba mendapatkan pengampunan dengan mengajukan grasi. Tapi gagal, Presiden Megawati Soekarnoputri menolak permohonan grasinya melalui Keputusan Presiden Nomor 16/G/2004 tanggal 29 Juli 2004. Setelah itu, Rio dipindahkan penahanannya ke Lembaga Pemasyarakatan Permisan di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, untuk menunggu waktu eksekusi mati.
Penulis: M Rizal
Editor: Irwan Nugroho

source


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *