Presiden Jokowi memperingatkan seluruh anggota polisi untuk menghentikan praktik pungutan liar atau pungli dalam pertemuan dengan pejabat utama hingga kepala polisi daerah. Ini menyusul anjloknya indeks kepercayaan publik terhadap institusi tersebut. Pengamat kepolisian, Bambang Rukminto menyebut pungli merupakan persoalan kronis sehingga pelakunya harus diberi sanksi berat berupa pemecatan agar menimbulkan efek jera. Merespons hal itu, Kapolri Listyo Sigit berjanji untuk menindak anggotanya yang melanggar hukum.
Survei Indikator Politik Indonesia pada Agustus lalu menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri menurun tajam yakni 54,2% dari sebelumnya 71,6% pada April 2022. Kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menjadi pemicunya. Catatan itu dibawa Presiden Jokowi saat pertemuan besar dengan jajaran Polri mulai dari para pejabat utama Mabes hingga kepala kepolisian daerah di Istana Negara pada Jumat 14/10).
Terlepas dari kasus Ferdy sambo, kata Jokowi, setidaknya ada empat hal yang dikeluhkan masyarakat terkait institusi tersebut. Yang paling utama adalah pungutan liar atau pungli. “Keluhan masyarakat terhadap Polri 29,7% itu karena pungli. Tolong semua diredam. Karena Anda adalah aparat yang paling dekat dengan masyarakat dan paling sering berinteraksi. Diingatkan anggota untuk hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan,” ujar Presiden Jokowi dengan kata-kata penuh penekanan. “Kedua tindakan sewenang-wenang juga diredam, pendekatan yang represif dijauhi, dan gaya hidup mewah.”
Komisioner Kompolnas Albertus Wahyurudhanto mengatakan pungli terjadi di hampir semua aspek pelayanan kepolisian. Mulai dari pembuatan dan pengurusan surat-surat kendaraan hingga penyelidikan kasus kriminal. Padahal, kata dia, segala tugas pokok kepolisian sudah didanai negara. Namun nyatanya kerap dimanfaatkan dengan memungut uang dari masyarakat. Pada 206 silam, pemerintah pun membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) yang berisi Polri, Kejaksaan, dan sejumlah kementerian untuk memberantas praktik pungli oleh aparatur sipil negara maupun penegak hukum.
Sayangnya, menurut Albertus, satgas ini tidak efektif. “Karena terlalu besar organisasinya. Harusnya satgas ini kalau mau efektif, timnya independen dan tidak terikat secara struktur dengan institusi yang diawasi,” ujarnya.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyebut pungli merupakan persoalan “kronis” di institusi Polri yang “sulit diberantas”. Penyebabnya bukan karena gaji yang kecil. Sepanjang ingatannya pada 2019 lalu, pemerintah telah menaikkan gaji dan tunjangan untuk anggota Polri hingga 70%. “Kesejahteraan anggota polisi sudah bagus sekarang. Remunerasi naik 100%,” imbuhnya kepada BBC News Indonesia, Minggu (16/10).
Bambang menilai akar masalahnya ada pada gaya hidup mewah petinggi Polri yang ditiru oleh bawahannya dengan cara “mencari tambahan secara ilegal”. Di sisi lain pengawasan internal Polri tidak berjalan dan sanksi yang dijatuhkan tidak menimbulkan efek jera. “Paling polisi dijatuhi sanksi demosi satu tahun. Kemudian dipromosikan lagi. Jadi mereka akan mengulangi lagi (praktik pungli). Demosi itu tidak memberikan efek apa-apa,” ujarnya.
Baginya, hukuman yang paling ampuh adalah Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Sanksi berat itu dianggap setimpal dengan pelanggaran yang dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum. “Enggak ada lagi sanksi etik. Penegak hukum kalau melanggar tidak layak, secara moral cacat. Kalau mutasi atau demosi tidak ada pertanggung jawaban. Moral mereka sama saja rendah.” Selain itu Presiden Jokowi juga didesak untuk bertindak konkret jika ingin menghentikan praktik pungli ini. Semisal dengan memperkuat pengawas eksternal seperti Kompolnas dalam hal kewenangan.
“Lewat perppu atau perpres Kompolnas bisa diperkuat dengan memberikan rekomendasi sanksi ke Kapolri jika ada anggota polisi yang melanggar.” “Tanpa tindakan konkret, pertemuan di Istana hanya seremonial saja.”
Salah satu korban pungli, Damar, mengaku sudah malas berurusan dengan polisi sejak kakaknya diminta memberikan uang sebesar Rp15 juta supaya mobil yang menjadi barang bukti pencurian dikembalikan. Kejadian itu terjadi sekitar tahun 2017. Salah satu mobil rental kakaknya dicuri seorang penyewa. Delapan bulan berselang, seorang anggota polisi menghubungi dan mengatakan bahwa mobil curian itu telah ditemukan.
“Entah bagaimana ceritanya, pembeli mobil curian itu melanggar lalu lintas dan ditangkap di jalan tol. Karena diduga ada pemalsuan plat nomor, STNK, akhirnya dibawa ke kantor polisi dan jadi barang bukti.” “Data dari pihak leasing ke polisi, mobil itu atas nama kakak saya.” Di kantor polisi, ia dan kakaknya diberi tahu kalau ingin mobil itu kembali harus menyerahkan “uang administrasi” sebesar Rp15 juta. Mendengar besaran angka itu, Damar kaget karena tak menyangka sebagai korban yang dirugikan justru harus membayar.
Mulanya sang kakak nego agar uang administrasi itu dikurangi dengan alasan tak punya uang sebanyak itu. “Ditanya sama polisi itu, ada uang berapa? Kakak saya bilang cuma ada Rp3 juta. Polisinya enggak mau karena velg mobil itu sudah diganti ke racing. Tapi itu kan enggak ada urusan dong sama kami. Kenapa mereka (polisi) main ganti. Di situ disuruh bayar Rp5 juta untuk ganti velg.” Khawatir mobil itu bakal dipreteli kalau semakin lama berada di kantor polisi, kata Damar, kakaknya memutuskan untuk mengikuti kemauan polisi tersebut.
Total uang Rp8 juta diberikan secara tunai. “Dia (polisi) itu maunya tunai, enggak mau ditransfer. Saya yakin itu tidak resmi. Sejak itu kami jadi berpikir kalau sama polisi ujung-ujungnya duit.”
Korban lainnya yang tidak mau disebutkan namanya mengaku mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah agar polisi cepat mengeluarkan surat kehilangan setelah rumahnya dimasuki maling pada 2016 silam. “Kodenya si polisi, ‘Kalau bapak mau cepat ya sama saya. Bapak kasih terserah…’” imbuhnya. “Surat kehilangan itu saya butuhkan untuk mengurus kartu identitas dan keperluan pribadi yang hilang.”
Saat membuat laporan ke polisi, dia berharap polisi bertindak dengan mengejar si pelaku meskipun tak terlalu berharap barang-barangnya bakal kembali dalam keadaan utuh. Tapi yang terjadi, tak ada kabar apapun dari polisi sejak kejadian itu. “Setelah itu ya enggak ada apa-apa lagi. Karena saya enggak punya daya tekan untuk memaksa polisi menindaklanjuti laporan saya.”
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berjanji akan menjalankan arahan Presiden Jokowi soal praktik pungutan liar atau pungli dengan menindak tegas anggotanya yang terbukti melanggar. Selain itu dia juga mengatakan akan “berjuang” untuk melakukan apa yang menjadi tugas pokok polisi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. “Responsif terhadap apa yang menjadi keluhan masyarakat,” kata Kapolri Listyo Sigit dalam konferensi pers di Istana, Jumat (14/10).
“Kita semua sepakat bahwa hal-hal yang sifatnya bisa menurunkan tingkat kepercayaan publik terkait gaya hidup dan pelanggaran tentunya menjadi arahan Presiden akan ditindaklanjuti dengan tindakan tegas.” “Termasuk pemberantasan judi online, narkoba, dan pemberantasan hal-hal yang tentunya mengganggu masyarakat.”